Bulan penuh berkah. Dimana keberkahannya tidak saja
hanya bisa dirasakan oleh masyarakat muslim saja, tetapi hampir seluruh
umat di seluruh dunia. Muslim sejati mendapatkan rahmat, ampunan dan
pembebasan dari api neraka. Mereka yang non muslim mempersiapkan segala
keperluan umat Islam dalam menyambut dan merayakan hari kemenangan. Dari
mulai pakaian, makanan, minuman, transport, kembang api bahkan sampai
pada barang berbahaya seperti petasan yang kadang justru bisa
mencelakakan. Hampir semua lapisan masyarakat di penjuru dunia ini bisa
melibatkan diri untuk berpartisipasi demi hari raya Fitri yang
menyempurnakan bulan ramadhan. Tentu saja dengan berbagai keuntungan
duniawi yang pasti bisa di raih.
Keadaan seperti ini berlangsung terus menerus dari
tahun ke tahun selama berabad-abad lamanya. Bahkan kemungkinan besar
akan terus terjadi hingga hari kiamat. Hal ini tak lain adalah sebuah
ketetapan dari Allah swt. yang telah memerintahkan Ramadhan untuk selalu
datang mengunjungi umat manusia sekali dalam setahun dengan masa
kunjungan selama 29 atau 30 hari. Lantas, dalam rangka apakah Allah swt.
mengirim bulan ramadhan ke bumi secara rutin tiap tahun sekali ? Sudah
tahukah kita sebagai umat muslim? Atau kita memang sengaja pura-pura
tidak tahu? Ataukah kita sebenarnya tahu tapi menganggap datangnya bulan
ramadhan hanyalah sebatas rutinitas belaka?
Memang tak bisa dipungkiri kalau kebanyakan dari kita
ini sebagian besar membuka pintu kepala lebar-lebar tapi menutup
rapat-rapat pintu hati. Sehingga informasi tentang kebenaran yang
datangnya dari Allah swt hanya berjubel di depan pintu hati. Tak pernah
dibukakan pintu, apalagi dipersilahkan masuk. Akibatnya adalah, langkah
ibadah kita ini hanya melenggang seenaknya. Seperti orang bingung karena
kehilangan arah atau bahkan justru berjalan di kesesatan jalan. Karena
tak pernah membekali langkah atau perjalanan kita dengan sebuah peta
jalan yang benar. Hal seperti ini bisa terjadi karena kita tak pernah
melibatkan hati yang sebenarnya berfungsi sebagai dewan pertimbangan
agung dalam menentukan langkah seorang abdi Allah swt.
QS. Al Baqarah : 183.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ
عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴿١٨٣﴾
(183)Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Jelas, kalau kedatangan bulan Ramadhan adalah
bermaksud memberikan kesempatan kepada umat untuk berubah. Berubah dari
kekafiran menuju keimanan dan berubah dari keimanan menuju ketaqwaan.
Bulan Ramadhan adalah sarana untuk mengubah diri menjadi makhluk yang
lebih baik. Makhluk yang mulia di hadapan Allah swt. Yang nantinya hanya
akan berfikir tentang sesuatu yang baik-baik dan selalu berperilaku
dalam ranah kebaikan pula. Lantas, sudahkah kita merasakan adanya
perubahan tersebut? Atau justru kita tetap bersikap masa bodoh dengan
kesempatan yang diberikan oleh Allah swt. demi kebaikan diri kita
sendiri?
Selama ini, sudah berapa kali kita diberi kesempatan
oleh Allah swt dengan datangnya bulan Ramadhan. Dan berapa kali pula
kita justru menyia-nyiakan kesempatan untuk mengubah diri menjadi
manusia yang lebih baik. Kalau bukan karena kebodohan dalam beragama,
tak mungkin seseorang akan bertindak demikian. Dan kalau bukan karena
kasih dan sayang dari Allah swt. kepada makhluk ciptaanNya, tak mungkin
pula Ramadhan akan begitu setia untuk datang mengunjungi bumi dan
menyediakan diri menjadi sarana perubahan bagi orang-orang beriman.
Padahal begitu banyak bulan Ramadhan yang tersia-siakan karena hanya
dianggap sebagai berita gembira akan datangnya Hari Raya Idhul Fitri 1
syawal.
QS. Ali Imraan : 102.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴿١٠٢﴾
(102)Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam.
Allah swt. memerintahkan puasa hanya bagi orang-orang
yang beriman karena puasa tanpa Iman hanyalah sebuah kesia-siaan
belaka. Dan Allah swt. melarang orang-orang beriman mati kecuali dalam
keadaan Islam. Yang bermakna penyerahan diri sepenuhnya hanya kepada
Allah swt. dengan melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan
larangan yang kesemuanya telah terurai dengan jelas dalam agama Islam.
Oleh karena itulah Allah menetapkan bulan Ramadhan sebagai sarana utama
penunjang tercapainya derajat ketaqwaan bagi seluruh umat yang mengaku
dirinya telah beriman kepada Allah swt. dan beriman kepada Rasulullah
saw.
Dalam sebuah riwayat, bahwa semua pintu langit dan
surga akan dibuka selama bulan Ramadhan. Sebaliknya semua pintu neraka
akan ditutup pula. Iblis dan setan dirantai dan diseret untuk dibuang di
laut agar tidak mengganggu kekusyu`an orang-orang beriman dalam
menjalankan ibadah puasa. Baik disiang hari maupun di malam hari. Agar
orang-orang beriman bisa menyempurnakan ibadah puasa dengan shalat
malam. Baik shalat Tarawih, Tahajud dan membaca atau mendalami Al
Qur`an. Karena setiap amalan di bulan Ramadhan akan di lipatkan hingga
tujuh puluh kali lipat dari pada bulan-bulan yang lain, maka seyogyanya
kita sebagai umat muslim tidak mengabaikannya begitu saja.
Dalam kenyataan, penyampaian riwayat-riwayat yang
seharusnya bermanfaat ataupun janji-janji Allah swt. yang berkaitan
dengan besarnya pahala di bulan Ramadhan sepertinya hanya berefek pada
mereka yang benar-benar beriman dengan sebenar-benarnya Iman. Hanya
berefek pada mereka yang perduli pada diri sendiri dan keluarganya serta
hanya berefek pada mereka yang perduli tentang nasibnya kelak di
periode akhirat. Sedangkan bagi umat kebanyakan seperti kita masih masuk
dalam kategori apa yang telah di sabdakan oleh Rasulullah saw. :“Berapa banyak seorang yang berpuasa itu tidak mendapat bagian apa-apa daripada puasanya selain daripada lapar dan haus”.
Mengapa demikian ? Tak lain karena keapatisan kita
terhadap sesuatu yang sebenarnya justru menjadi penyebab kesempurnaan
puasa itu sendiri. Di bawah ini adalah sebagian perbuatan yang menjadi
penyebab rusaknya hakikat puasa bagi umat yang berharap rahmat, ampunan
dan pembebasan diri dari panasnya api neraka.
-
Malam yang berlalu begitu saja.Janji Allah swt yang akan melipat gandakan setiap amalan di bulan Ramadhan mestinya menjadi motivator untuk memanfaatkan momen malam menjadi waktu yang sangat berharga dengan banyak membaca Al Qur`an dan memahami maknanya. Shalat Tahajud sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah swt. sekaligus sebagai sarana untuk memperbesar kemungkinan menemukan dan mendapatkan pahala di malam yang penuh kemuliaan (Lailatul Qodr).
-
Maksiat jasmani.Dengan atau tanpa disadari kadang kita membiarkan anggota tubuh kita secara partial melakukan hal-hal yang sepele tapi sebenarnya merusak kesempurnaan puasa kita. Misal, Mata yang sering terpaku pada sesuatu yang haram. Termasuk didalamya adalah memandang habis-habisan acara televisi yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan ibadah. Telinga yang terlalu sering digunakan untuk mendengarkan suara-suara yang tidak bermanfaat seperti, mendengarkan musik untuk hiburan. Demikian juga untuk anggota-anggota tubuh yang lain, terutama lisan yang paling banyak menyumbangkan dosa pada diri kita.
-
Memanfaatkan malam dengan “cangkrukan” yang nyata-nyata tidak ada manfaat ibadahnya sama sekali. Misal, bermain catur, bilyard, dugem, atau sekedar santai di tempat-tempat tertentu hanya untuk menghabiskan malam. Sekedar minum kopi di cafe atau tempat hiburan malam dan bicara kesana kemari yang kadang sering sekali dilakukan oleh mereka yang beralasan sibuk di siang hari. Hal-hal seperti ini sangat identik sekali dengan mereka yang sama sekali tidak perduli pada ibadah. Dalam istilah lain, senang berada di tepian ibadah.
-
Balas dendam perut.Mungkin inilah salah satu penyebab utama sia-sianya puasa Ramadhan. Terkekangnya nafsu makan di siang hari menjadi alasan balas dendam terhadap makanan pada saat berbuka di sore harinya. Berbuka melebihi porsi baik makanan ataupun minumnya, hingga ibadah shalat tarawih berjama`ah di masjid terlewatkan. Belum lagi makanan tambahan di luar rumah yang kadang sulit untuk dihindarkan. Kondisi seperti inilah yang sebenarnya menjadi penyebab kejenuhan ibadah di bulan Ramadhan. Hal yang tidak akan pernah terjadi jika kita menyadari hakikat dari pada puasa.
-
Mengabaikan sedekah.Perubahan adalah sebuah keinginan. Shalat mengandung banyak sekali permintaan. Sedangkan sedekah adalah sesuatu yang melekat erat pada shalat yang mengandung berbagai permintaan. Oleh karena itu, lupa atau enggan bersedekah akan menjadikan puasa Ramadhan sesuatu yang sia-sia. Setiap Keinginan akan mempunyai probabilitas ijabah yang tinggi apabila disertai dengan usaha dan pengorbanan yang sungguh-sungguh. Termasuk pengorbanan materi untuk mereka yang membutuhkan.
-
Sibuk belanja untuk hari raya.Mengalihkan kekhusyu`an ibadah ramadhan pada kepentingan menyambut datangnya hari raya Idul Fitri. Tidak bolehkah? Bukannya tidak boleh mempersiapkan segala kebutuhan untuk hari raya. Dalam batas normal mungkin masih bisa di toleransi asal tidak sampai meninggalkan sesuatu yang patut dikerjakan di bulan Ramadhan. Seperti menunda shalat Isya` dan meninggalkan shalat tarawih atau bahkan membatalkan puasa karena cuaca panas di siang hari hanya demi belanja kebutuhan hari raya.
-
Menganggap hari raya Idul Fitri sebagai pintu kebebasan dari segala kekangan yang terjadi di bulan Ramadhan.Sadar atau tidak, perasaan seperti ini banyak menghuni umat muslim yang hanya berislam katepe. Karena kecenderungan pada dunia sudah begitu sangat tinggi sehingga ibadah Ramadhan dianggap sebagai penghalang tersalurkannya nafsu duniawi. Maka ketika Ramadhan berakhir, kebahagiaan yang muncul bukanlah akibat dari kesyukuran kepada Allah swt. tapi karena akan kembalinya semua kemaksiatan yang terlanjur menjadi kebiasaannya di luar Ramadhan.
-
Melepaskan semua ibadah di bulan Ramadhan.Salah satu tanda kemunafikan adalah meninggakan ibadah wajib sehari-hari. Mereka yang melepaskan rangkaian ibadah wajib selain puasa dan shalat sunnah tarawih di luar bulan Ramadhan, bisa dipastikan bahwa mereka adalah orang-orang munafik yang sebenarnya berjalan menuju kekafiran terhadap pelaksaan syari`at Islam. Sehingga apa yang telah dilakukan selama bulan Ramadhan tak ubahnya hanya sebuah sandiwara ibadah. Kelak mereka akan benar-benar membuktikan akibat dari seluruh perbuatan yang dilakukan selama tinggal di muka bumi.
Demikianlah sedikit pengingat tentang hakikat puasa
Ramadhan yang sebenarnya telah banyak yang kita ketahui, tapi demikian
banyak pula yang kita ingkari. Oleh karena itu alangkah indahnya jika
kita bisa mempergunakan salah satu kunjungan Bulan Ramadhan dalam hidup
kita menjadi pembuka keimanan kita kepada Allah swt. Insya Allah, jika
kita bisa memanfaatkan salah satu momen Ramadhan sebagai pintu pembuka
keimanan kita kepada Allah swt, sehingga jalan menuju ketaqwaan yang
harus kita tempuh selanjutnya akan menjadi lebih mudah.
Namun segalanya sangat tergantung pada diri kita
sendiri. Allah memberi kebebasan kepada manusia, termasuk kita sekalian
untuk memilih. Jalan ketaqwaan atau justru jalan kefasikan yang akan
kita tempuh. Meski segala fasilitas menuju ketaqwaan telah disediakan
oleh Allah, tetap saja Allah swt. memberi kebebasan seluas-luasnya
kepada manusia untuk menentukan pilihan hidupnya. Dan yang harus kita
ingat serta kita sadari adalah, bahwa setiap pilihan mengandung dua
kemungkinan. Kemungkinan baik dan kemungkinan buruk. Dan Allah swt.
menjadikan setiap penyesalan terletak di akhir sebuah peristiwa.
Meski berawal kenikmatan yang sepertinya tiada tara, namun tetaplah,
bahwa akhir lebih menentukan dimana kita akan hidup dan tinggal untuk
selamanya.
Mudah-mudahan Allah segera memberikan petunjuk kepada
kita sekalian untuk memahami hakikat hidup dan hakikat puasa. Sehingga
kebenaran ibadah akan hinggap pula pada jasmani dan ruhani kita
sekalian. Agar kelak nantinya kita tidak masuk dalam golongan
orang-orang yang mengalami penyesalan hebat dikarenakan kelalaian
tentang tujuan hidup sebenarnya di dunia. Yang sebenarnya serba semu dan
mudah pula luntur oleh gerusan waktu. Ingatlah bahwa waktu akan menjadi
saksi penentu kapan kita harus mulai dan kapan pula kita harus
mengakhiri perjuangan hidup di dunia demi kehidupan yang lain di akhirat
kelak. Meski bulan Ramadhan akan tetap setia berkunjung ke bumi, tapi
kelak suatu saat kita pasti benar-benar akan kehilangan momen Ramadhan
karena waktu yang tidak mengenal sikap Like and dislike seperti kebanyakan dari diri kita. Maka dari itu camkanlah, kecuali kalau kita memang tidak menghendaki bahwa akhir itu lebih baik dari pada awal.
Sekian.