Kematian hati |
Akibatnya adalah, akal akan berhenti pada titik keraguan
antara benar dan salah. Dan pembenaran secara paksa sebuah keraguan
hati menyebabkan langkah tak lagi berdasar pada Iman dan kasih sayang.
Tapi lebih tertuju pada pelampiasan nafsu angkara murka. Itulah kematian
hati dari pemahaman kebenaran tauhidnya Allah. Tapi yang juga perlu
untuk dipahami adalah, kematian hati bukan hanya dialami oleh mereka
yang mengingkari Islam sebagai sebuah kebenaran. Kematian hati juga
banyak terjadi pada mereka yang mengatakan dirinya beriman tapi
menjauhkan diri dari ilmu Iman. Hingga nantinya banyak sekali terlihat
di neraka orang-orang yang dulu kita kenal sebagai orang beriman. Tapi
diakhirat mereka hidup bersama-sama kita dalam neraka.
Mengapa bersama-sama kita ? Kalau bukan karena kemiskinan ilmu Iman
yang kita miliki, tak mungkin kita akan mencicipi beratnya azab Allah
di neraka bersama-sama dengan orang-orang yang mengingkari kebenaran
tentang Allah dan kekuasaanya atas seluruh alam semesta. Bersama dengan
orang-orang yang mengaku beriman tapi perilakunya jauh dari yang
diajarkan oleh Al Qur`an. Jauh dari perilaku yang dicontohkan oleh
Rasulullah saw. Bahkan sangat-sangat mirip dengan perilaku orang-orang
yang menolak dan memusuhi Islam. Kalau bukan kematian hati yang kita
ciptakan sendiri tak mungkin surga akan menolak mentah-mentah
langkah-langkah kaki kita yang cenderung terayun kearahnya. Padahal
surga adalah dambaan manusia yang ingkar maupun manusia yang merasa
beriman.
Kematian hati orang beriman.
Pujian. Bagaimanapun bentuk atau kemasannya
hampir selalu membuat hati kita senang. Minimal, rasa senang itu
melintas di pikiran dan hati kita. Kebanyakan diri kita memang senang
dipuji. Baik dari teman sejawat, bawahan atau atasan di lingkungan
kerja, dari keluarga atau kerabat, atau di lingkungan tempat tinggal
kita. Hampir semua suka dan bangga memperoleh pujian. Padahal pujian
yang kita banggakan bisa menyebabkan kita ketagihan layaknya pengaruh
alkohol dalam minuman keras. Membuat kita kecanduan. Yang akan terjadi
kemudian adalah keinginan agar pujian untuk kita tersebut akan selalu
berulang disaat yang lain. Tanpa terasa kita sudah kejangkitan sebuah
penyakit hati. Sebuah penyakit hati ingin selalu dipuji dalam setiap
perbuatan yang kita lakukan.
Orang yang selalu ingin selalu dipuji adalah orang yang berpotensi besar kehilangan ikhlas dalam hidup ibadahnya. Padahal ruhnya ibadah
adalah ikhlas karena Allah semata. Bukanlah tendensi keduniaan. Apalagi
hanya senyum simpul kepuasan hati karena pujian seseorang. Bukan itu !
Makna hidup adalah ibadah. Mengabdi hanya kepada Allah dan tulus ikhlas
hanya karena Allah swt. Tendensi keduniaan dalam setiap perbuatan yang
kita lakukan sama artinya dengan mengecilkan peran Allah dalam hidup
kita. Perbuatan yang berarti bagi orang lain adalah perintah mutlak dari Allah untuk kehidupan manusia. Tentu saja manusia yang mau memahami apa arti kehidupan bagi dirinya sendiri. Pemahaman seperti inilah yang sebenarnya sulit bagi kebanyakan orang.
Bangga. Perilaku narsis yang cenderung mengarah
pada kesombongan. Sebuah sikap yang tidak pantas dimiliki oleh manusia.
Tapi sebagian besar dari kita menyimpan deposit kesombongan.
Yang pada saat-saat tertentu muntah dari gerak dan lisan kita bak peluru
atau bom curah. Benih dari sikap ini adalah rasa tidak ingin berada di bawah status
sosial orang lain. Hingga kita selalu membangga-banggakan kelebihan apa
yang kita miliki. Dari mulai kesempurnaan fisik sampai kelebihan
materi. Bahkan life style atau gaya hidup sering kita bangga-banggakan.
Yang paling umum adalah bangga secara fisik dan menganggap rendah mereka
yang mempunyai kekurang-sempurnaan fisik. Materi berupa uang, pakaian,
kendaraan dan perhiasan menjadi bahan utama berbangga-bangga menuju
kesombongan.
Memang sulit menghilangkan penyakit hati yang
sudah terlanjur melekat. Apalagi kita juga sudah terlanjur menikmatinya.
Hidup terasa hambar kalau bumbu-bumbu penyedap hidup yang biasa kita
campurkan dalam perbuatan lalu tiba-tiba kita kurangi secara paksa.
Seperti ada yang hilang dalam keseharian hidup yang biasa kita lalui.
Padahal kalau kita mau jujur mengakui, bahwa dalam berbangga-bangga
kelebihan yang kita miliki banyak sekali mengandung unsur
ketidak-jujuran atau kebohongan dalam menuangkannya. Tapi kita enjoy
saja. Kita tidak menyadari kalau sikap ini berpotensi menyebabkan
kerugian besar dalam kehidupan kita kelak. Tentu saja bagi kita
yang meyakini akan kebenaran kehidupan akhirat. Bagi yang tidak yakin
kehidupan akhirat. Biar saja anjing menggonggong, narsis tetap berlalu
menuju kesombongan.
Iri hati. Sebuah sikap ketidak-senangan terhadap
kenikmatan materi yang di dapat oleh seseorang di sekitar kita. Sikap
ini timbul lebih banyak dikarenakan bibit-bibit kebencian yang
ada dalam hati kita. Atau bisa juga kebencian yang tergurat dari
suburnya perasaan iri terhadap keberhasilan seseorang dalam hal materi.
Islam menganjurkan untuk memuji Allah atas apa yang Allah limpahkan
kepada makhluk ciptaanNya. Tak perduli, meski limpahan rahmat itu
tertuju pada orang disekitar kita dan bukan pada diri kita. Iri atau
kecemburuan dalam Islam hanya diperbolehkan pada perbuatan baik yang
telah dilakukan oleh seseorang. Ketekunan dalam beribadah, kesenangan
bersedekah, kerendahan hati seseorang, boleh kita iri kepadanya. Karena
berdampak baik bagi diri kita.
Iri adalah penyakit hati yang berbahaya. Karena
menyebabkan rasa ke-tidakpuas-an atas apa yang kita miliki saat ini.
Sikap ini menjauhkan diri dari kesyukuran kita atas nikmat Allah. Karena
hanya mengukur nikmat Allah dari segi material saja. Sedangkan materi
dalam hidup hanya bersifat sementara. Mudah habis dan membalik keadaan
sosial seseorang dari penuh nikmat ke kesengsaraan. Juga menjadikan diri
kita buta terhadap nikmat Allah pada diri kita yang tak terhingga
jumlahnya. Inilah sikap yang cepat mengarah pada keingkaran atas semua
nikmat hidup yang diberikan oleh Allah. Menjauhkan diri dari sikap
qona`ah. Menjauhkan diri dari rasa menerima, menikmati dan mensyukuri
nikmat dengan peningkatan iman dan amalan ibadah.
Dengki. Penyakit hati yang berlatar belakang rasa
iri, tapi disertai perbuatan untuk melenyapkan atau menghapus apa yang
membuat dirinya iri. Contohnya adalah persaingan tidak sehat antara
sesama pelaku usaha. Biasanya pelaku usaha kecil, tapi bisa juga
menengah atau yang besar sekalipun. Berusaha menjatuhkan pesaing atau
membuat malu mereka. Jika berhasil, baru hatinya merasa puas. Tidak
mudah menemukan orang pen-dengki seperti ini. Karena mereka pandai
menyembunyikan perbuatannya. Tapi kalau kita cermat, kita akan tahu
siapa-siapa diantara orang-orang di sekitar kita yang mempunyai sikap
dengki. Orang-orang yang merasa senang dengan musibah yang dialami oleh
orang lain, ada kemungkinan dia mempunyai sikap dengki. Hanya mereka tidak menunjukkan kedengkiannya tanpa suatu alasan.
Hasad atau hasut. Kebanyakan di idap oleh para
provokator atau pembawa kayu bakar. Entah mempunyai dasar kebencian atau
hanya untuk kesenangan atau bahkan hanya untuk uang, seseorang
suka melakukan pekerjaan menyulut kemarahan orang lain agar terjadi
peristiwa yang heboh di masyarakat. Orang yang mempunyai sifat hasad
memang sangat cocok dipekerjakan sebagai provokator. Dan kebanyakan
provokator telah mengalami kematian hati. Karena hasut telah mereka
jadikan ladang pekerjaan. Hingga jika pekerjaan mereka berhasil, tawa
dan tepuk tangan akan mereka lakukan sebagai wujud kepuasan. Orang-orang
seperti inilah yang berperan besar mengubah sebuah perselisihan kecil
menjadi sebuah keonaran di masyarakat.
Fitnah. Kata fitnah dalam Al Qur`an dimaknai dengan kata cobaan. Tetapi fitnah yang kita maksud saat ini adalah fitnah yang mempunyai makna menyebarkan berita bohong. Sifat seperti ini sangat-sangat berbahaya. Karena bukan hanya berbahan baku bohong, tetapi
dampak yang dihasilkannya jauh melebihi dari apa yang pernah kita
bayangkan. Jika berita yang belum tentu kebenarannya ditelan
mentah-mentah oleh seseorang, maka perselisihan bisa berubah menjadi
pertengkaran. Bahkan bisa saling bunuh. Padahal bahan fitnahnya cuma bohong.
Maka dari itu fitnah dikatakan lebih kejam dari pada pembunuhan. Karena
permasalahannya tidak jelas dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Orang-orang yang suka membuat fitnah adalahh orang-orang yang berbahaya.
Buruk sangka. Bahasa kerennya negatif thinking
atau berpikir negatif. Ini bisa terjadi kalau dalam hati kita selalu
dipenuhi rasa curiga pada setiap orang yang baru kita kenal. Atau
seseorang yang sedang mendekati kita setelah sekian lama tak pernah
berkomunikasi. Memang kecurigaan bisa menimbulkan kehati-hatian, tapi
selalu ber-curiga adalah sifat yang buruk. Tidak semua orang baru yang
kita kenal akan berbuat sesuatu yang negatif kepada kita. Meski
kehidupan saat ini lebih banyak memberikan informasi kalau penipu,
penjahat atau pembunuh bebas berkeliaran disekitar kita, tapi buruk
sangka tetap bukan sesuatu yang dianjurkan. Bahkan buruk sangka adalah
sesuatu yang sangat dilarang karena bisa merugikan diri sendiri.
Jika kita selalu berburuk sangka kepada banyak
orang, maka orang banyakpun akan memberi label buruk pada kita. Orang
lainpun akan enggan berdekatan sama kita. Sementara sifat buruk sangka
terus saja berlanjut tanpa halangan. Bayangkan betapa ruginya kita kalau
setiap saat pikiran penuh dengan sesuatu yang negatif. Padahal yang diminta adalah
sesuatu perbuatan yang positif. Perbuatan yang berdampak baik. Baik
untuk diri sendiri maupun untuk orang lain dan alam sekitar kita. Beban
hidup yang sebenarnya bagi kita adalah Iman dan amal shalih. Iman dan
perbuatan yang baik. Jika hati dan pikiran dipenuhi dengan sangkaan
buruk, perbuatan lanjutannyapun juga tidak akan terlalu baik. Itulah
sebabnya maka positif thinking harus selalu diusahakan meski kita harus
tetap selalu waspada terhadap usaha-usaha orang lain untuk menipu kita.
Khianat. Ciri utama orang munafik. Orang yang
tidak dapat mengemban amanat. Tak bisa dipercaya semua apa yang keluar
dari lisannya. Adakah orang seperti ini disekitar kita ? Ada mungkin
juga agak banyak. Indikasi orang yang mempunyai sifat khianat adalah
suka berbohong, mudah berjanji tapi juga mudah mengingkari, banyak
merencanakan hal-hal bagus, tapi tak ada satupun yang terealisasi.
Banyak alasan untuk membela diri jika melakukan sebuah kesalahan dan
berat mengakui kesalahan serta enggan untuk meminta maaf. Orang-orang
seperti ini tak baik dijadikan teman. Karena umumnya hanya mau enak dan
menang sendiri. Tak mau bersusah-susah seperti orang lain dan cenderung
menghindari kesulitan. Tapi apabila ada sesuatu yang menyenangkan akan
tampil lebih dulu.
Pengkhianat-pengkhianat umumnya juga mempunyai sifat licik. Bersembunyi
saat dibutuhkan dan tampil ke depan laksana pahlawan disaat
teman-temannya sudah hampir sekarat. Jumlah orang seperti ini saat ini
sangat banyak. Kalau kita mau mencermati tingkah laku para pemimpin di
negara ini, betapa banyak dari mereka yang tidak lagi mengindahkan
kesetiaan. Bagai kutu loncat mereka berpindah dari satu partai ke partai
yang lain. Tak punya pendirian yang teguh. Mereka terkesan hanya
mencari keselamatan perut. Orang-orang seperti ini jika dihadapkan pada peperangan
seperti Bad`r dan Uhud hampir pasti sudah lari tunggang langgang.
Menjauh dari peperangan sambil menunggu siapa pemenangnya. Kemudian jika
sudah jelas pemenangnya, mereka langsung ikut bergabung dengan tidak
mempertimbangkan harga diri lagi. Itulah orang-orang pengkhianat sejati.
Kira-kira masih adakah manusia yang hatinya tidak
berpenyakit ? Sulit menemukannya. Bahkan kalau mau jujur, Orang yang
tidak berpenyakit hati cenderung tidak ada. Hampir semua berpenyakit.
Kalau ada yang mengaku tidak berpenyakit kemungkinan besar dia
pembohong. Sebab secara umum, mayoritas dari kita ini adalah pengejar
materi keduniaan. Hanya karena kepandaian beracting saja yang
menyebabkan kita seakan-akan berhati bersih. Harta, takhta dan wanita
sudah begitu melekat di kepala kita. Hingga untuk ketiganya kita tak
lagi memperdulikan peringatan Allah. Padahal mayoritas diri kita juga sudah tahu tentang penyakit hati. Tapi kebanyakan dari kita memang tak berdaya menghadapi kesulitan hidup yang bermakna cobaan.
Penyakit hati kronis adalah penyakit hati yang di
awali dengan sifat iri dan buruk sangka. Lalu tumbuh menjadi kedengkian
yang membuat sesak hati penderitanya, karena ingin membalas dan
mempermalukan orang lain. Kemudian mulailah mencoba untuk menghasud
kesana sini untuk mengadu domba antara dua orang yang kelihatan
sedang tidak akur. Disamping menghasud juga sekalian menyebar berita
bohong atau menebar fitnah. Kelihatan aktif dalam kegiatan, tapi
sebenarnya punya misi pengkhianat. Tentu saja pengkhianat agama.
Meskipun kadang juga mengkhianati teman dan saudara sendiri. Inilah
beberapa penyakit hati yang bermuara di kebencian. Sebuah sifat yang haram untuk dipelihara oleh orang yang merasa punya Iman.
Penyakit hati membuat kerugian yang besar di kemudian hari. Membuat amalan seperti sesuatu yang tak berarti. Karena balasan
langsung diambil cash di dunia. Berupa kepuasan hati dan kepuasan diri
melalui tendensi keduniaan. Maka beberapa sifat yang menyebabkan
titik-titik hitam memenuhi relung hati tersebut perlu kita waspadai.
Setidak-tidaknnya harus selalu ada usaha ke arah penghindaran diri dari
beberapa sifat tersebut. Sering mengingatnya dan mengingat akibatnya
adalah upaya minimal yang harus kita lakukan. Sesering mungkin menyebut
nama Allah dalam hati adalah benteng paling utama bagi kita yang mengaku
beriman. Menebar kasih sayang pada saudara seiman dan saudara yang
belum beriman dengan benar akan banyak membantu menghindarkan diri dari
masuknya virus-virus kebencian.
Demikianlah, penyakit hati tidak hanya menyerang
orang-orang kafir pada ketauhidan Allah dan apa yang ada pada Rasulullah
saw, tapi juga banyak menyerang orang-orang beriman. Jika benar-benar
tidak dipahami ilmunya Iman, niscaya Iman kita hanya tinggal Iman. Tidak
berefek pada ketaatan perintah. Jadinya, ya hidup seperti tak punya
pegangan akidah. Padahal orang yang beriman itu dikatakan seperti telah
berpegangan pada buhul-buhul tali Allah yang sangat kuat. Tapi ketika
Iman hanya sebatas pengakuan, maka tak ubahnya seperti bermain
layang-layang. Rentan putus hanya karena gesekan dari tali layang-layang
yang lain. Jika tali sudah putus, maka tak bisa lagi ada penyambungan.
Yang ada hanyalah memulai dari awal lagi mempelajari Iman dengan segala
ilmunya. Mudah-mudahan kita bisa mewaspadai diri dari beberapa penyebab
penyakit kronis hati, agar jiwa bisa terisi dengan banyak kebaikan.
Sekian.